Selasa, 31 Desember 2013

Semeton Satria Kandel Pejeng Tirthayatra ke Bali Barat

PEJENG, Keluarga Besar Semeton Satria I Dewa Kandel Pejeng, Minggu (22/12) lalu, melaksanakan tirthayatra ke sejumlah Pura yang berada di Kabupaten Jembrana. Kegiatan ini diikuti tidak kurang dari 70 orang perserta, menggunakan bus. Rombongan berangkat sekitar pukul 07.00 wita, kemudian bersama-sama menuju wilayah paling barat Pulau Bali. Tampak ikut dalam tirtha yatra ini Pemangku Pura Kawitan, Kelian Ageng Semeton Satria I Dewa Kandel Pejeng, I Dewa Putu Suasta, serta Pemangku Penglingsir Istri.

Ada pun Pura yang pertama di tuju adalah Pura Rambut Siwi. Tiba sekitar pukul 09.35 wita, rombongan langsung menuju ke Pura Goa Tirtha, yang masih berada di lingkungan Pura Rambut Siwi. Untuk menuju Pura  Goa Tirtha ini pemedek harus menuruni jalan setapak yang kondisinya cukup licin. Pura ini berhadapan langsung dengan laut selatan. Herannya, meski deburan omba laut selatan cukup kuat, namun keberadaan Pura yang berada persis di sebuah mulut goa ini tetap kokoh.

Setelah melakukan persembahyangan pemedek melanjutkan sembahyang di Pura Melanting, yang berlokasi di sebuah tebing, tak jauh dari pura Goa Tirtha. Dari Pura ini tampak di kejauhan suasana laut selatan. Deburan ombak serta angin laut yang bertiup kencang terasa jelas dari dalam Pura ini.

Selanjutnya, persembahyangan dilanjutkan di Pura Rambut Siwi. Persembahyangan yang dipimpin Jero Mangku Pura setempat berlangsung khusyuk. Saat bersamaan juga tampak pemedek dari Denpasar maupun Kuta, Badung. Dari Pura Rambut Siwi, perjalanan dilanjutkan menuju Pura Jati, yang berlokasi di sekitar Desa Tegal Badeng, Jembrana. Seperti halnya di Pura Kahyangan Jagat pada umumnya, di Pura Jati ini juga terdapat sejumlah pelinggih. Namun yang memdekan, di areal Pura ini terdapat sebuah pohon jati yang berusia ratusan tahun. Pohon  jati yang dikeramatkan warga tersebut bercabang tiga selalu mengeluarkan Tirtha. Usai sembahyang yang dipuput Jero Mangku Pura setempat, seluruh rombongan tirthayatra istirahat sementara di wantilan, sambil santap siang bersama.

Pura Segara Rupek, menjadi tujuan terakhir dari perjalanan tirtha yatra semeton Satria I Dewa Kandel Pejeng. Berangkat dari Pura Jati, seluruh rombongankemudian meluncur ke arah Gilimanuk.  Memasuki kawasan hutan lindung Taman Nasional Bali Barat (TNBB), sopir bus pun mengurangi laju kendaraannya. Akhirnya, seluruh rombongan tiba di areal parkir komplek Pura Penataran Segara Rupek. Dengan berjalan kaki kurang lebih beberapa puluh meter, seluruh rombongan langsung  menuju Pura Segara untuk melakukan persembahyangan. Selanjutnya, sembahyang di Pura Penataran Segara Rupek. 

Terakhir, persembahayngan dilanjutkan di Pura Alas Angker. Untuk menuju Pura ini seluruh pemedek berjalan kaki  memasuki kawasan hutan kurang lebih 150 meter dari Pura Penataran Segara Rupek. Suasananya begitu tenang. Tampak akar pepohon kayu yang berumur ratusan tahun bergelantungan di sana-sini sehingga menambah angker suasana di sekitarnya. Sekitar pukul 16.00 wita, seluruh rombongan pun kembali ke Pejeng. Syukurlah seluruh kegiatan tirthayatra ini berlangsung sukses dan lancar. (dey)

Ketika Umat Sedharma Ramai-Ramai Tirthayatra

PEJENG, Gairah umat Hindu untuk melaksanakan Tirthayatra ke sejumlah Pura dalam beberapa tahun belakangan ini tampaknya meningkat. Buktinya, hampir setiap hari libur –apakah hari minggu ataukah hari-hari libur nasional lainnya—selalu dimanfaatkan oleh kalangan umat Hindu di Bali untuk pedek tangkil ngaturang bhakti ke sejumlah Pura sambil berwisata spiritual.

Lihat saja suasana di sepanjang Jalan Dr. Ir.  Soekarno—mulai dari jaba Pura Kebo Edan, Pura Pusering Jagat hingga Pura Penataran Sasih-- setiap hari libur selalu terlihat deretan bus atau pun mobil-mobil pribadi parkir. Rombongan tirthayatra tersebut bukan saja berasal dari wilayah Kabupaten Gianyar, namun banyak pula yang berasal dari luar, seperti umat Hindu asal Denpasar, Badung, Tabanan, Buleleng, Jembrana, Bangli, Klungkung, hingga Karangasem. Pura Sad Kahyangan maupun Pura Dang Khayangan yang ada di Pejeng ini selalu menjadi tujuan tirthayatra di samping Pura-Pura lainnya yang kebetulan berada di jalur yang sama seperti Goa Gajah, Pura Gunung Kawi, hingga Pura Tirtha Empul Tampaksiring.

Sejumlah pemedek yang ditemui di jaba Pura Penataran Sasih Pejeng menuturkan, tujuannya mengikuti tirthayatra, adalah untuk nunas ica, mendekatkan diri dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa, mohon keselamatan, kedamaian, serta kerahayuan jagat, juga untuk mengetahui dari dekat keberadaan masing-masing Pura yang dituju sambil beriwisata.

“Mumpung masih diberi kesempatan (hidup), Tyang sempatkan diri untuk maturang ke sejumlah Pura yang belum pernah tyang kunjungi. Saya merasa tentram dan damai setiap usai ngaturang bhakti,” ucap Pak Gede, salah seorang pemedek asal Denpasar. Dia juga mengatakan, kita patut bersyukur dan kagum atas segala warisan para leluhur terdahulu berupa Pura-Pura yang hingga kini masih lestari dan berdiri megah.
Hal senada diakui pemedek lainnya. Menurutnya,sebagai umat sedharma sudah saatnya mengetahui keberadaan Pura-Pura besar yang ada di Bali melalui kegiatan tirthayatra. “Agar tidak tahu dari cerita orang lain, alangkah baiknya kita yang langsung pedek tangkil melalui kegiatan tirthayatra ini,” ujar Gusti Ngurah, pemedek asal Denpasar.

Memang, apa yang disampaikan pemedek tersebut benar adanya. Sebagaimana diketahui, tirthayatra adalah perjalanan suci untuk mendapatkan tirtha.Dalam perkembangannya, istilah tirthayatra ini  kemudian direalisasikan dengan jalan pedek tangkil ke sejumlah Pura. Dengan tirthayatra ini pula umat sedharma bisa lebih mendekatkan diri dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa.


Seiring perkembangan zaman, tak jarang di antara masyarakat yang menjadikan kegiatan ini sebagai trend. Kegiatan suci ini dijadikan ajang untuk show, pamer diri, sok paling tahu akan keberadaan pura dan sebagainya. Atau bahkan ada yang bangga menceritakan dirinya pernah pedek tangkil ke seluruh Pura yang ada di Bali hingga ke Pura-Pura yang ada di Tanah Jawa. (dey)

Selasa, 19 November 2013

Napak Tilas Ngurah Rai di Pejeng

Pawai obor serangkaian napak tilas Ngurah Rai di Pejeng
PEJENG - Sore itu, Jumat (15/11), suasana di Desa Pejeng tampak semarak dengan bendera Merah Putih. Ribuan siswa dari sekolah dasar (SD) hingga SMA yang ada di desa Pejeng sedang bersiap-siap menyambut rombongan napak tilas Ngurah Rai, lengkap dengan bendera merah putih ukuran kecil di tangan. Sementara siswa SMP Santiyoga Pejeng membawa obor diiringi tetabuhan baleganjur dari sekolah setempat. 
Setelah menunggu hampir 1,5 jam, akhirnya Pasukan  napak tilas yang membawa Pataka dan surat sakti serta panji-panji perjuangan Pahlawan Nasional I Gusti Ngurah Rai, pun memasuki Desa Pejeng sekitar pukul 19.15 wita. Pasukan napak tilas itu kemudian disambut barisan Pemuda Panca Marga (P2M) bersama-sama ribuan siswa berjalan kaki menuju tugu pahlawan Sapta Dharma Desa Pejeng.
Pekikan merdeka... dari warga yang menyaksikan iring-iringan ini disambut pekikan merdeka dari para peserta napak tilas, sehingga membuat suasana heroik. Pekikan merdeka ini terus berkumandang selama dalam perjalanan dengan iringan tetabuhan baleganjur serta pawai obor, seakan menambah semangat para peserta napak tilas menuju Tugu Pahlawan Pejeng.

Setibanya di Tugu Pahlawan Sapta Dharma, seluruh peserta napak tilas mengikuti upacara bersama seluruh siswa serta diisi doa bersama, sebagai penghormatan atas jasa-jasa para pahlawan. Seusai upacara, seluruh panji-panji, Pataka serta surat sakti Ngurah Rai disemayamkan di Puri Pejeng.
Yang menarik, pada malam harinya di jaba puri Pejeng dilangsungkan malam hiburan yang menampilkan tari-tarian dari anak-anak SMP Santiyoga serta pementasan seni duta dari Pemkab Gianyar.

Sekadar diketahui, upacara serah terima Panji-Panji dan Surat Sakti dari Kabupaten Bangli kepada Kabupaten Gianyar diterima Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Cokorda Gde Rai Widiarsa Pemayun di Lapangan Astina, Gianyar, (15/11). Meski dalam suasana guyuran hujan prosesi serah terima berlangsung khidmat.
Panji-Panji dan Surat Sakti tersebut selanjutnya  diarak mengelilingi Kabupaten Gianyar dengan rute, Balai Budaya menuju ke TMP Kerta Kirttya Mandala selanjutnya menuju Bona – Belega – Blahbatuh – Tegenungan, Kemenuh – Pura Dalem Sukawati – Guwang – Celuk – Batubulan - Kutri, Singapadu – Silakarang – Kengetan – Belang – Tunon, Singakerta – Buduk, Sayan – Kedewatan – Payangan – Kelusa – Keliki, Tegallalang – Gentong – Pura Dalem Puri Peliatan – Tebesaya – Teges Kangin – Bedulu dan selanjutnya disemayamkan di Puri Pejeng. 

Sementara keesokan harinya,  Sabtu (16/11) Panji-panji dan Surat Sakti Ngurah Rai diserahkan kepada Pemerintah Kota Denpasar. Kepala Dinas Sosial sebagai Ketua Panitia Kegiatan, I Wayan Suardana, mengatakan, kegiatan ini dirangkaikan dengan Peringatan Hari Pahlawan ke-68  (10 November 2013) dan Peringatan Puputan Margarana ke-67 (20 November 2013).

Seusai upacara serah terima Panji – Panji dan Surat Sakti juga dilaksanakan sarasehan di Balai Budaya dengan tujuan untuk mewariskan nilai – nilai kepahlawanan para Kusuma Bangsa kepada generasi Penerus Bangsa sekaligus mengenang jasa – jasa beliau yang telah memeperjuangkan dan mempertahankan ibu pertiwi. Sarasehan tersebut menghadirkan dua narasumber yakni, dari Kodim 1616 Gianyar, Samsuri dengan materi “ Kepahlawanan Terkait NKRI” dan dari Pemuda Panca Marga (PPM) Provinsi Bali, Prof. Dr. Wayan Windia dengan materi “ Pelestarian Nilai- Nilai Kepahlawanan”.
Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Cokorda Gde Rai Widiarsa Pemayun mengatakan, penyelenggaraan Safari Napak Tilas dalam rangka mengenang semangat heroik dari Pahlawan I Gusti Ngurah Rai beserta segenap laskarnya yang telah berjuang dengan semangat puputan yang dikenal masyarakat Bali sebagai Puputan Margarana.
“Pemerintah daerah sangat mendukung kegiatan Safari Napak Tilas ini dan memfasilitasi seluruh sarana dan prasarana dari kegiatan ini,” terang Cok Rai Widiarsa.

Cok Rai Widiarsa menambahkan, dengan pelaksanaan Safari Napak Tilas ini dapat menumbuh kembangkan jiwa – jiwa dan nilai juang 45 sehinga pelaksanaan Safari Napak Tilas ini nantinya akan menyentuh seluruh wilayah yang ada di Kabupaten Gianyar. (dey, hms)

Kamis, 31 Oktober 2013

Ketika Barong Bangkal Ngelawang Keliling Desa

Hari Raya Galungan dan Kuningan merupakan momen yang selalu ditunggu-tunggu anak-anak di Bali. Tak terkecuali anak-anak di Desa Pejeng. Bagi sebagian besar anak-anak, hari raya ini bukan hanya momen untuk “ngebah” baju baru, tapi juga untuk menonton atraksi barong bangkal ngelawang. Bahkan tak jarang di antara anak-anak itu terlibat langsung dalam sekeha barong tersebut. Sementara anak-anak lainnya rela merogoh kocek Rp 1000 – Rp 2000 untuk ngupah barong.

“…pung, pung, pung, …pung, pung, pung,….” sayup-sayup terdengar suara kempur di kejauhan. Mendengar suara itu, anak-anak berlarian keluar rumah lengkap dengan duit di tangannya. Mereka tahu, kalau sebentar lagi ada barong bangkal  ngelawang. Begitu sekeha barong mendekat, di antara anak-anak itu mengacungkan tangannya lanjut menyerahkan uang recehan Rp 2000 kepada salah seorang anggota sekeha barong. Tyang ngupah aji duang tali …,” ucap bocah itu kepada salah seorang anggota sekeha barong seraya menyerahkan uang  Rp 2000.

Begitu diberi komando, sekeha gong baong itu pun menabuh gamelannya dengan penuh semangat. “…Pung, pung, pung… nang-nong, nang,  pung, pung, pung,… pung, pung, pung,….”. Terdengar suara  kendang, kempur, cengceng, klenang, klenong bersahutan seakan menciptakan harmoni yang penuh semangat. Dan, barong pun tampak menari-nari, melenggak-lenggokan badannya mengikuti irama tetabuhan.

Saat terdengar teriakan cyiiiiiiiittt…. cyiiiiit…cyiiittt… tah.! dari anak-anak,  barong bangkal pun seakan tertantang, berjingkrak-jingkrak, berlari mengejar anak-anak yang sedari tadi berteriak cyiiiittt…,cyiiittt.... tah. Seiring dengan itu, suara tetabuhan juga makin keras dan galak.

Sekitar kurang lebih 5 menit beraksi mengejar anak-anak yang berlarian, tak satu pun di antara mereka itu yang tertangkap. Barong pun kembali ke tempat semula, menghentikan aksinya kemudian melanjutkan ngelawang ke tempat lainnya.

Menurut sejumlah anak-anak, nonton barong bangkal memang mengasyikkan. “Wah, pokoknya asyik dan seru…’’ ujar Dewa Ariguna dan Dewa Surya di sela-sela nonton barong bangkal ngelawang di Desa Pejeng, Kamis (24/10) lalu. Menurut Ariguna, setiap Galungan dan Kuningan, dirinya bersama teman-temannya selalu menonton barong bangkal. Bahkan sesekali dia bersama temannya ikut berteriak ‘’….cyiiiitttt…” agar dikejar barong. “Wah… seru sekali,” ujarnya.


Sementara itu, para tetua mengakui, tradisi barong ngelawang memang rutin digelar setiap Hari Raya Galungan dan Kuningan. Sejak zaman dulu sudah ada tradisi ngelawang ini. Memang pada beberapa tahun lalu tradisi ngelawang ini sempat vakum, namun kini bangkit kembali. Sejumlah warga percaya, dengan ngupah barong ternak babinya kelak bisa tumbuh sehat. (dey)

Meriahnya Galungan di Pejeng

SUASANA Hari Raya Galungan di Desa Pejeng, Rabu (23/10) lalu tak jauh beda dengan desa-desa lainnya di Bali. Penjor beraneka hiasan tampak berdiri megah di depan rumah-rumah warga. Ribuan umat se-Desa Pakraman Jro Kuta Pejeng tampak melakukan persembahyangan sejak pagi hari. Dimulai dari Merajan, Pura Dadya, Pura Kawitan hingga ke sejumlah Pura yang ada di wilayah desa pakraman Jro Kuta Pejeng. 

Seperti yang terlihat di Pura Kebo Edan, Pura Atman Surat, Pura Pusering Jagat, Pura Penataran Sasih, Pura Puseh/Desa dan Bale Agung, Pura Taman Sari, Pura Manikcorong, Pura Melanting, hingga Pura Dalem dan Prajapati, pemedek silih berganti melakukan persembahyangan. Hari Raya Galungan ini dijadikan momen untuk memohon keselamatan, kerahayuan keluarga serta kedamaian jagat, sebagaimana halnya makna kemenangan dharma atas adharma.

Yang menarik, di sela-sela ramainya umat yang pedek tangkil, tampak beberapa pemedek yang selama ini tinggal di luar Desa Pakraman Pejeng. Ada yang tinggal di Denpasar, Singaraja, atau bahkan ada di luar Pulau Bali. Mereka sengaja datang ke kampung halamannya saat libur panjang ini untuk bertemu sanak keluarga serta teman-teman seperjuangan semasa kecil dulu. Hari raya ini seakan jadi ajang ngumpul bersama keluarga, sekaligus bernostalgia. Dan yang terpenting, bisa sembahyang di Pura-Pura yang ada di Desa Pejeng.

Usai sembahyang, sejumlah warga ada yang piknik ke obyek-obyek wisata terdekat. Ada pula yang ngumpul bareng keluarga besar di rumah, sambil menyantap tum bungkil, tum biyu batu, atau lawar serta kudapan tape ketan manis plus jaja uli. Suasana makin berkesan saat ada barong bangkal ngelawang, lalu mengejar anak-anak yang meneriakkan kata ‘’…cyiiitttt… tah!’’ berulang-ulang diiringi gambelan yang penuh semangat. Sungguh, ini Galungan yang berkesan…! (dey)

Minggu, 20 Oktober 2013

SMPN 3 Tampaksiring Duta Kabupaten Gianyar

* Lomba UKS Tingkat Propinsi Bali

  Tim Propinsi Bali disambut Kasek SMPN 3 Tampaksiring A.A Suryatmaja 
bersama seluruh siswa di depan sekolah setempat, Sabtu (19/10)
PEJENG – Sejak beberapa bulan terakhir, suasana di SMPN 3 Tampaksiring, tampak berbeda dari biasanya. Para guru dan seluruh siswa tampak sibuk mempersiapkan segala sesuatunya berkaitan dengan masalah kesehatan. 

Di sela-sela kegiatan belajar mengajar, para siswanya juga digembleng agar melaksanakan pola hidup bersih dan sehat baik di rumah, di sekolah mapun di lingkungan masyarakat. 

Selain itu, kebersihan dan kesehatan lingkungan di sekitar sekolah juga terus dipantau, dijaga dan ditingkatkan. Semua itu dilaksanakan serangkaian persiapan lomba UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) tingkat Propinsi Bali. Yang mana, SMP N 3 Tampaksiring ditunjuk sebagai duta Kabupaten Gianyar.

Penilaian UKS SMPN 3 Tampaksiring ini dilakukan langsung Tim Propinsi Bali di Wantilan Pura Dalem Tengaling Desa Pejeng, Tampaksiring, Sabtu (19/10). Tim Propinsi Bali yang diketuai Drs. I Gde Made Sukarawan disambut seluruh dewan guru serta siswa-siswi SMPN 3 Tampaksiring.

Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 3 Tampaksiring Drs. Anak Agung Gede Suryatmaja MSi dalam laporannya mengatakan,  begitu dipercaya sebagai duta Kabupaten Gianyar dalam ajang Lomba UKS Tingkat Propinsi Bali, pihaknya bersama seluruh siswa telah mempersiapkan segala sesuatunya jauh-jauh hari sebelumnya. Menurutnya,  bukan juara yang menjadi sasaran utama, melainkan bagaimana upaya warga sekolah memaknai  pentingnya kesehatan sekolah dan lingkungannya.  

Dikatakan, Lomba ini juga menjadi ajang evaluasi sekolah dalam upaya pelaksanaan program kerja sekolah menyangkut Trias UKS  yang berkesinambungan menuju Bali Clean and Green, sehingga dalam gerakan  selanjutnya dapat diciptakan kualitas anak didik yang sehat dan cerdas mampu sebagai pioner  penggerak kebersihan dan kesehatan lingkungan dengan masyarakatnya.  

”Usaha Kesehatan Sekolah  sangat  strategis meningkatakan mutu prilaku hidup bersih dan sehat untuk derajat kesehatan  lingkungan yang oftimal demi manusia Indonesia seutuhnya  khususnya warga SMPN3 Tampaksiring dan sekitarnya,” ungkap Agung Suryatmaja.


Sementara itu Ketua Tim Penilai Lomba  UKS SMP Tingkat Propinsi Bali, Drs. I Gde Made Sukarawan mengatakan, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) memiliki peran dalam mengukur  derajat kesehatan warga sekolah, dan masyarakat sekitarnya.  UKS juga menjadi media pendukung dalam  mencetak  anak didik yang  sehat cerdas dan memahami  budaya bersih, hidup sehat. Dengan diperkenalkannya budaya hidup sehat dan bersih sejak dini, dapat menjadi budaya serta bisa disosialisasikan kepada masyarakat.

Lebih jauh, Sukarawan mengatakan salut dan mengapresiasi tinggi terhadap  seluruh komponen UKS Kabupaten Gianyar, yang  mampu melaksanakan kegiatan UKS dengan baik. Dalam penataan lingkungan sekolah maupun data empirik  dokumentasi yang dimiliki menunjukan telah dipersiapkan dengan baik, sehingga tidak ada kesan instan dan dadakan.
”Telajakan taman sekolah dan piranti  lainnya telah dipersiapakan sejak jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga kesan sejuk bersih sehat dan damai, sesuai dengan harapan tim penilai,” terang Sukarawan.

Bupati Gianyar yang diwakili Kadisdikpora Gianyar Dewa Gde Alit Mudiarta dalam sambutannya mengajak seluruh komponen warga sekolah SMPN 3 Tampaksiring  serius mengikuti lomba UKS ini.  Karena melalui kegiatan lomba UKS ini akan banyak mendapat pengetahuan  dalam upaya melanjutkan program kerja sekolah berkaitan  dengan Trias UKS.  

Ditegaskan pula program UKS diharapkan lebih mengarah dan bersentuhan langsung kepada warga sekolah sebagai subyek dan obyek yang nantinya kontribusi itu  sangat tinggi manfaatnya  bagi kader UKS, dokter kecil, dan Kader Kesehatan Remaja yang ada di seluruh sekolah dan lingkungan masyarakat di Kabupaten Gianyar. (dey, hms)


Minggu, 18 Agustus 2013

Ribuan Siswa Santi Yoga Gelar Pawai Obor di Tugu Pahlawan Pejeng


PEJENG-Ribuan siswa-siswi SMP dan SMA Shanti Yoga Pejeng, Jumat (16/8), sekitar pukul 18.30 wita menggelar pawai obor. Aksi yang dikomandani Kepala SMP Santi Yoga Pejeng A.A Sueta ini digelar serangkaian HUT Yayasan Pendidikan Perguruan Santi Yoga, juga memeriahkan HUT ke-68 Proklamasi RI. 

Aksi ini dimulai dari depan sekolah setempat, kemudian ribuan siswa  tersebut dengan membawa “bobok” (obor dari bambu) mengelilingi seluruh penjuru Desa Pejeng sambil meneriakkan yel-yel sekolah dan Merdeka...! berulang kali. Suasana menjadi semakin seru, karena dalam aksi ini  diiringi tetabuhan baleganjur yang dikolaborasikan dengan angklung bambu. Selanjutnya, rombongan menuju Tugu Pahlawan Sapta Dharma, yang berlokasi di kawasan sekitar 500 meter dari “jantung kota” Pejeng.

Sesampainya di areal Tugu Pahlawan, seluruh peserta mengikuti malam renungan, untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan. Setelah itu dilanjutkan dengan tabur bunga.

Menurut Agung Sueta, kegiatan ini rutin digelar setiap tahun, serangkaian ulang tahun Yayasan Santi Yoga (16 Agustus) juga menyambut Hari Proklamasi RI (17 Agustus).

“Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengajak para siswa untuk menghormati dan mengenang jasa-jasa para pahlawan, sekaligus menanamkan nilai-nilai luhur patriotism dan nasionalisme di kalangan generasi muda penerus bangsa,” ujar Agung Sueta.

Sayangnya perhatian dari pihak-pihak berkompeten terhadap aksi ini masih kurang. Kalau pun ada anggota P2M (Pemuda Panca Marga) –sebuah organisasi yang mewadahi anak-anak veteran pejuang-- yang turut serta dalam pawai obor ini, itu pun hanya segelintir (sekitar 3 orang) saja. 

Melihat kenyataan itu, sejumlah warga pun bertanya-tanya, mengapa mereka yang berkaitan langsung dengan Tugu Pahlawan seakan kurang peduli?  Apakah rasa nasionalismenya sudah luntur?
Terlepas dari semua itu, yang jelas kegiatan mulia yang dilakukan anak-anak SMP/SMA Santi Yoga Pejeng tersebut pantas untuk diapresiasi. Bahkan sejumlah warga mengharapkan kegiatan seperti ini menjadi agenda tahunan dan tradisi memperingati 17 Agustus, bukan hanya bagi siswa-siswi Santi Yoga, namun bagi seluruh masyarakat Pejeng. (dey)

Banjar Puseh Juara Umum Porsenides Pejeng


PEJENG- Setelah melalui perjuangan yang cukup berat dan melelahkan dalam berbagai lomba dan pertandingan, akhirnya Kontingen Banjar Puseh Pejeng dinobatkan sebagai juara umum Pekan Olahraga dan Seni (Porsenides) se-Desa Pejeng. Karena itu pula, piala bergilir Porsenides Pejeng tahun 2013 ini diboyong ke Banjar Puseh. 

Piala bergilir tersebut diserahkan langsung Kepala Desa Pejeng Cokorda Gede Agung Kusuma Yudha kepada Kelian Banjar Puseh  I Wayan Sukarsa, Sabtu (17/8) di lapangan Umum Sapta Dharma Pejeng. Sebelumnya juga diserahkan hadiah kepada para pemenang berbagai lomba baik untuk cabang seni maupun olahraga. Penyerahan hadiah ini juga dihadiri para pemuka Desa Pejeng  dan disaksikan ribuan warga desa, bertepatan dengan HUT Proklamasi RI ke-68.

Kepala Desa Pejeng Cokorda Gede Agung Kusuma Yudha dalam sambutannya mengucapkan terimakasih kepada seluruh lapisan masyarakat Pejeng, karena berkat dukungan serta partisipasinya gelaran Porsenides 2013 ini berlangsung sukses, aman dan lancar. Cok Agung mengakui dalam pelaksanaan Porsenides ini masih banyak kekurangan. Untuk itu pihaknya bertekad dalam pelaksanaan Porsenides yang akan datang hal tersebut bisa dibenahi. “Semoga di tahun-tahun mendatang segala kekurangan tersebut bisa diatasi, sehingga Porsenides selanjutnya bisa lebih baik lagi,” harapnya.

Dalam Porsenides 2013 ini Kontingen Banjar Puseh berhasil mengumpulkan 5  medali emas, 5 medali perak, dan 3 medali perunggu untuk seluruh cabang seni dan olahraga yang dipertandingkan dan dilombakan.
Seperti diketahui, Porsenides ini diikuti enam banjar yang ada di Desa Pejeng, di antaranya  Br. Intaran, Br. Puseh, Br. Guliang, Br. Pande, Br. Panglan dan Br. Pedapdapan. Untuk cabang olahraga yang dipertandingkan di antaranya bola voley, bulu tangkis, tenis meja, catur, kasti, basket. Sedangkan untuk cabng seni meliputi, lomba membuat sengkui, ngulat klakat, mawirama dan lainnya. (dey)

Sabtu, 03 Agustus 2013

Porsenides Pejeng Kembali Digelar

Cok Agung (tengah) lepas balon  saat pembukaan Porsenides
di Lapangan Sapta Dharma Pejeng, Sabtu (3/8).
PEJENG, Setelah sempat vakum sekian lama,  kini Pekan Olahraga dan Seni se-Desa (Porsenides) Pejeng kembali digelar. Kegiatan ini dibuka langsung Perbekel Desa Pejeng Cokorda Agung Kusuma Yudha, di lapangan umum Sapta Dharma Pejeng, Sabtu (3/8). Pembukaan kegiatan ini ditandai dengan  pelepasan balon serta burung merpati.
Porsenides kali ini diikuti sebanyak enam kontingen dari enam banjar yang ada di desa Pejeng, yakni Banjar Intaran, Puseh, Pande, Guliang, Panglan dan Banjar Pedapdapan. Ada pun cabang olahraga yang dipertandingkan di antaranya bola voley, bola kasti, bulu tangkis, tenis meja, basket, dan lainnya. Sedangkan untuk cabang  seni  yang diperlombakan di antaranya mawirama, tari rejang dewa, tari baris gede, ngulat klata sudamala, sengkui dan lainnya.
Perbekel Pejeng Cok. Agung Kusuma Yudha dalam sambutannya mengatakan salut terhadap antusiasme masyarakat Pejeng dalam menyukseskan Porsenides ini .  Menurutnya, event ini bukan semata-mata untuk menggali potensi  bidang olah raga dan seni yang dimiliki warga khusunya para pemuda-pemudi. Namun lebih dari itu, untuk merekatkan rasa persatuan dan kesatuan di kalangan masyarakat. Cok Agung juga mengajak seluruh peserta menjunjung tinggi sportivitas, demi suksesnya event ini.
Pada kesempatan tersebut Cok Agung yang baru kurang lebih setahun menjabat Perbekel  Pejeng, juga menyampaikan berbagai program yang akan dijalankan selama kepemimpinanya. Salah satunya, mengajak seluruh masyarakat menjaga kebersihan lingkungan. Bahkan Cok Agung juga punya obsesi menjadikan Pejeng sebagai desa terbersih di Bali.
Selain itu, Cok Agung juga menyampaikan larangan berburu burung di wilayah Desa Pejeng. “Kami akan menerapkan larangan berburu burung di wilayah Pejeng,” tegasnya seraya mengatakan sehubungan dengan itu pula dalam pembukaan Porsenides ini ditandai dengan pelepasan burung merpati.

Yang menarik, pembukaan Porsenides ini  juga diisi senam aerobic masal yang diikuti seluruh kontingen serta undangan yang hadir. Dan, semuanya bergoyang mengikuti alunan music di bawah komando seorang instruktur senam. (dey)
Prosesi “Meajar-Ajar” di Pura Goa Lawah dan Tirtha Empul Tampaksiring

Pamedek tampak memadati Pura Pedharman
Sri Aji Kresna Kepakisan
TAMPAKSIRING, Ribuan krama warih Ida Dalem, Sabtu (3/8) mengikuti prosesi  “Meajar-ajar” lan di Pura Goa Lawah, Klungkung serta di Pura Tirtha Empul Tampaksiring, Gianyar. Prosesi ini dilaksanakan serangkaian telah usainya Karya Agung di Pura Pedharman Ida Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan, Besakih, Karangasem. Dalam upacara ini  Ida Bethara nyejer selama 11 hari, dan masineb pada Rabu (31/7) lalu.
Para Warih Ida Dalem sudah bersiap-siap mengikuti prosesi meajar-ajar ini sejak pagi hari. Mereka sudah berkumpul di Puri Saraswati Klungkung sejak pukul 07.00 wita. Beberapa warga lainnya tampak berkumpul di sekitar Lapangan Semarapura.  Mereka siap berangkat bersama-sama menuju Pura Goa Lawah. Sebagian lagi tampak menunggu di sekitar jaba Pura Goa Lawah lebih awal. Tampak bus, truk, ratusan mobil, serta ribuan sepeda motor memadati areal parker oyek Wisata Goa Lawah.
Setibanya di Pura Goa Lawah, seluruh krama Warih Ida Dalem tampak khusyuk mengikuti tahapan demi tahapan upacara, melakukan persembahyangan bersama. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan ritual mapakelem di segara Goa Lawah.
Setelah di Goa Lawah, Upacara meajar-ajar dilanjutkan di Pura Tirtha Empul Tampaksiring. Seperti halnya di Goa Lawah, krama Warih Ida Dalem juga tampak memadati areal Pura Tirtha Empul. Mereka juga khusyuk mengikuti tahapan demi  tahapan prosesi upacara. HIngga seluruh rangkaian upacara berkahir, semuanya berjalan sukses dan lancar.
Pada kesempatan tersebut Ketua Panitia Karya Cokorda Raka Putra menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh Warih Ida Dalem, yang senantiasa ngayah dengan tulus dan ikhlas untuk menyukseskan karya agung ini. “Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh Warih Ida Dalem yang dengan penuh semangat serta ngayah dengan iklhas, mulai dari persiapan karya hingga berakhirnya upacara ini,” ucapnya.
Pada kesempatan tersebut  Cokorda Raka Putra juga mengingatkan kepada sleuruh Warih Dalem untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan demi ngayah kepada Ida Bethara.
Yang menarik,  setelah seluruh rangkaian upacara berakhir pihak panitia membagi-bagikan paica berupa nasi kuning, di wantilan Pura Tirtha Empul. Tampak  seluruh krama yang hadir berebutan “nunas” nasi kuning. Bahkan beberapa di antaranya langsung menyantapnya di wantilan pura setempat, sementara yang lainnya memilih tempat di sebelah barat wantilan dan di jaba pura sambil berteduh di bawah  pohon perindang. (dey)

  
Ida Bethara Pedharman Sri Aji Kresna Kepakisan Melasti ke Segara Klotok

Ribuan umat ngiring Ida Betahara Pura Pedharman Sri Aji Kresna Kepakisan
melasti ke Segara Watuklotok, Klungkung, Rabu (17/7).
KLUNGKUNG, Iring-iringan Ida Bethara Pura Pedharman Sri Aji Kresna Kepakisan dari kawasan Besakih, Karangasem menuju Segara Watuklotok, Klungkung, serangkaian upacara melasti, dilangsungkan Rabu (17/7).  Upacara melasti ini dilaksanakan serangakaian Karya Agung di Pura Pedharman setempat yang puncaknya jatuh pada Sabtu (20/7), bertepatan denagn rahina Tumpek Wayang.
Tampak ribuan umat warih Ida Dalem penuh semangat “mamundut” berbagai pretima Ida Bethara sasuhunan, secara bergantian. Saking banyaknya umat yang turut dalam iring-iringan melasti ini membuat arus lalu lintas yang dilalui dari Kawasan Besakih, hingga Klungkung sempat macet beberapa saat.
Sementara di pinggir-pinggir jalan yang dilalui iring-iringan Ida Bethara tersedia minuman mineral, serta buah-buahan segar semacam semangka dan lainnya,  untuk menghapus rasa dahaga selama dalam perjalanan. Semua itu dihaturkan krama secara tulus dan ikhlas, demi sukses dan lancarnya prosesi melasti Ida Bethara.
Sebelum menuju ke Segara Watu Klotok, Ida Bethara katuran yadnya di Pura Dalem Sagening, Klungkung, sekaligus untuk mesanekan (istirahat sementara). Setelah katuran upacara, perjalanan dilanjutkan menuju Segara Watu Klotok.
Setibanya di Desa Tojan, Semeton Satrya I Dewa Kandel Pejeng mendapat giliran “mamundut” (mengusung)  Ida Betara hingga di Segara Watuklotok. Walau di bawah terik matahari yang menyengat, namun tidak melunturkan semangat seluruh warih Ida Dalem untuk melanjutkan perjalanan. Di antaranya tampak anak-anak balita bersama ibunya, tampak pula lelaki tua turut berdesak-desakan di dalam iring-iringan tersebut. Sementara Ida Bethara sudah memasuki Jl. By Pas IB Mantra, namun para pengiring masih tampak jauh, sekitar 1,5 km di belakang.
“Sedikit pun “tiyang” tidak lelah, cuma haus sedikit. Syukur di pinggir-pinggir jalan disediakan minuman dan semangka,” ujar  salah seorang lelaki tua asal Petang. Hal senada dikatakan Dewa Nyoman Alit, asal Pejeng. “Ini merupakan pengalaman pertama tyang ngiring Ida Bethara melasti. Ini  sungguh mengesankan,” ucapnya.
Sementara itu, sejumlah warih Satriya I Dewa Kandel Pejeng  yang sempat “mamundut” Ida Bethara mengaku puas dan bangga, bisa “ngayah”. Menurut mereka, “mamundut” Ida Bethara merupakan kesempatan langka. “ Saya benar-benar puas dan bangga dapat mengemban tugas ngayah “memandut” Ida Bethara hingga di Segara Watuklotok,” ujar Dewa Gede Winana, asal Pejeng.
Sesampainya di Segara Watuklotok, Ida bethara katuran upacara dan seluruh umat tampak tertib mengikuti tahapan upacara hingga selesai sekitar pukul 18.00 wita. (dey)



Senin, 08 Juli 2013

Setra Desa Pakraman Jero Kuta Pejeng Jadi Lautan Manusia

* Pelebon Mantan Bupati Gianyar A.A Gde Putera, SH

Pejeng- Setra Desa Adat Jero Kuta Pejeng, Gianyar, benar-benar jadi lautan manusia, saat berlangsungnya prosesi upacara Pelebon mantan Bupati Gianyar (1969-1983) A.A Gde Putera, SH, Jumat (3/5). Ribuan warga Desa Pakraman Jro Kuta Pejeng tampak mengiringi prosesi pengusungan jenazah dari rumah duka di Banjar Pande,  menuju setra (kuburan) Desa Adat Jero Kuta.

Yang menarik, upacara pelebon ini  diawali dengan Upacara Persemayaman yang dipimpin Dandim 1616 Gianyar, Kolonel Infanteri Hendro Agus Suseno. Setelah itu jenazah almarhum langsung dinaikkan menuju Bade untuk kemudian diusung krama Banjar Pande menuju setra, sekitar 700 m dari rumah duka. Sementara barisan karangan bunga serta iring-iringan pembawa sesajen tampak berangkat lebih awal. 

Setibanya di kuburan, dilanjutkan dengan upacara apel persada. Satu regu yang terdiri dari 10 orang prajurit TNI langsung melepaskan tembakan salvo, sebagai tanda penghormatan terakhir bagi almarhum. Prosesi kemudian dilanjutkan dengan pelebon yang dipimpin Ida Pedanda Anyar Griya Sanur, Pejeng.  

Hadir dalam prosesi pelebon Alm. AA Gede Putera, diantaranya Bupati Gianyar periode 1993-2003, Cokorda Gde Budi Suryawan, Bupati Gianyar periode 2008-2013, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Sekkab Gianyar Ida Bagus Gaga Adi Saputra, Muspida Gianyar, Perwakilan Pejabat Kabupaten Bangli, Penglingsir Puri Peliatan, Cokorda Gde Putra Nindia, Tokoh Puri Ubud, Tokoh Puri Blahbatuh, A.A. Kakarsana, pejabat di lingkungan Pemkab Gianyar dan undangan lainnya.


Sekkab Gianyar, Ida Bagus Gaga Adisaputra ditemui disela-sela acara pelebon menyampikan, apel Persada merupakan bentuk penghormatan dan rasa terimakasih seluruh masyarakat Gianyar atas sumbangsih pemikiran dan karya nyata alm. AA Putera sebagai Bupati Gianyar Periode 1969-1983. Apel Persada kepada bupati atau mantan Bupati Gianyar yang meninggal dunia yang dilakukan oleh Pemkab Gianyar merupakan kali pertama dilaksanakan. Kebijakan ini akan dilakukan secara berkelanjutan dan telah dituangkan dalam peraturan bupati (perbup).   

Sementara Bupati Gianyar periode 1993-2003, Cokorda Gde Budi Suryawan, menyampaikan apresiasi atas pelaksanaan apel Persada untuk alm. A.A Putera, SH. Menurutnya, langkah Pemkab Gianyar untuk membuat perbup terkait penghormatan  terhad mesti tetap mendapatkan penghormatan, ini merupakan langkah yang sangat baik,” ungkapnya.
Cok Budi Suryawan juga menyampaikan rasa kehilangan atas kepergian alm. AA Gede Putera. 

“Beliau banyak menanamkan tata pemerintahan di Kabupaten Gianyar. Selain dikenal sangat sederhana, Alm. Agung Putera dikenal sangat merakyat, transparan, dan selalu hadir di tengah-tengah masyarakat. Hal ini tentunya dapat menjadi contoh bagi pejabat-pejabat lainnya,” harapnya.

Sementara pihak keluarga, yang diwakili Cokorda Gde Rai Widiarsa Pemayun, menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Gianyar yang telah melaksanakan upacara apel persada dan membantu seluruh kelancaran pelaksanaan prosesi upacara. “Kami dari pihak keluarga hanya bisa mengucapkan terimakasih atas perhatian pemkab Gianyar sehingga seluruh prosesi upacara bisa berjalan dengana lancar," ujarnya.  (dey/hms) 

Riwayat Singkat
Nama                         : Anak Agung Gede Putra SH
Tempat/Tgl Lahir      : Pejeng 14 Spetember 1937
Orang Tua                 : Anak Agung Gde Raka dan Desak Made Sembo
Istri                             : Dewa Ayu Sawiti 
Anak                          :  Lima Orang 

Riwayat Kepangkatan :
1.   Hakim Pengadilan Negeri Denpasar 1966-1969
2.   Pejabat Bupati/Bupati KDH Tingkat II Gianyar tahun 1969-1983
3.   Wakil Ketua Bappeda Tingkat I Bali tahun 1983-1985
4.   Bupati KDH Tingkat II Bangli Tahun 1985-1990
5.   Kadiparda Tingkat I Bali Tahun 1990-1993
6.   Wakil Ketua Bappeda Tahun 1993-1995
7.   Ketua BP-7 Tingkat I Bali 1995-1997
8.   Pensiun 4 April 1997
9.   Bendesa Desa Pakraman Jero Kuta Pejeng
10. Ketua MMDP Kabupaten Gianyar
11.Ketua MUDP Propinsi Bali

Senin, 29 April 2013

Isak Tangis Sambut Jenazah Alm. Anak Agung Gde Putera

Petugas Pol PP mengusung jenazah alm AA Gde Putera.
PEJENG,  Isak tangis mewarnai kedatangan jenazah mantan Bupati Gianyar almarhum A.A Gde Putera, SH., di rumah duka, Banjar Pande Pejeng, Senin (29/4). Istri serta putra dan putri almarhum tampak menangis saat mobil ambulance yang mengangkut jenazah dari RS Sanglah menuju rumah duka tiba sekitar pukul 10.00 wita.

Begitu tiba, petugas Pol PP yang sejak pagi hari berjaga-jaga tampak sigap menurunkan peti jenazah. Sesaat setelah turun dari mobil ambulance, jenazah almarhum langsung diusung petugas Sat Pol PP diawali dengan upacara ritual di jaba Puri. 

Ratusan pelayat yang memadati rumah duka pun tampak hanyut dalam kesedihan. Setibanya di dalam Puri, jenazah almarhum langsung disemayamkan di bale gedong.

Kepulangan jenasah almarhum disertai dengan upacara seremonial serah terima dari Pemkab Gianyar kepada pihak keluarga besar. Puluhan pejabat Pemkab Gianyar pun tampak ikut melayat ke rumah duka.  Di antaranya tampak Wakil Bupati Gianyar Made Mahayastra didampingi Sekkab Gianyar IB Gaga Adisaputra, Ketua DPRD Made Wardana dan segenap unsur Muspida Kabupaten Gianyar. Selain itu juga tampak para pengurus dari Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali, Majelis Madya Desa Pakraman (MMDP) Kabupaten Gianyar serta sejumlah pejabat lainnya.  

Menurut informasi, puncak karya pelebon akan dilangsungkan pada 3 Mei mendatang di Setra Desa Pakraman Jero Kuta Pejeng. Ketua Panitia Karya Pelebon, A.A Saputera menjelaskan, serangkaian upacara pelebon akan dilakukan nyiramin layon pada hari Kamis (2/5) dan puncak pelebon akan dilaksanakan Jumat (3/5) mendatang. Sementara saat puncak karya pelebon akan dilakukan upacara militer yang dilaksanakan Pemkab Gianyar bersama jajaran Kodim 1616 Gianyar.  

Pada kesempatan itu, Agung Saputera mewakili keluarga besar almarhum menyampaikan ucapan terimakasih atas penghargaan yang diberikan Pemkab Gianyar kepada almarhum. “Pihak Pemkab Gianyar dan Kodim 1616 telah datang ke rumah duka untuk mengurus upacara militer saat puncak pelebon nanti. Kami dari pihak keluarga sangat berterimakasih atas penghormatan kepada almarhum yang diwujudkan dalam upacara militer ini," ucapnya.

Sementara itu Wakil Bupati Gianyar Made Mahayastra menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Gianyar bersama Kodim 1616 akan menggelar upacara militer sebagai penghargaan dan penghormatan terakhir terhadap jasa-jasa Anak Agung Gde Putera yang merupakan salah satu putra terbaik Gianyar. 
 “Kami dari segenap Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Gianyar mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya, semoga almarhum mendapatkan tempat yang layak dan pihak keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan,” ujarnya.

Sekadar diketahui, semasa hidup almarhum sempat mengemban tugas sebagai Bupati Gianyar, Bupati Bangli, Kepala Bappeda Bali, Kadiparda Bali, Ketua MUDP Bali hingga Bendesa Pakraman Jero Kuta Pejeng. Almarhum juga dikenal merakyat, serta banyak mengisi masa pensiunnya dengan berkebun serta beternak ayam kampung. (dey)
 

Kamis, 21 Maret 2013

Mantan Bupati Gianyar A.A Gde Putera Meninggal Dunia

(Alm) Anak Agung Gde Putera, SH
PEJENG berduka. Salah seorang putra terbaiknya, A.A Gde Putera, SH., berpulang, akibat terserang penyakit stroke dan komplikasi jantung serta paru yang dideritanya sejak lama. Sebelumnya, mantan Bupati Gianyar periode 1969-1983 ini sempat dirawat di RS Kasih Ibu Denpasar, dan meninggal dunia sekitar pukul 06.20 wita, Kamis (21/3).


Menurut penuturan keluarga, almarhum sebenarnya sudah sakit sejak lama. Walau kondisinya belum pulih benar, namun almarhum selalu menyempatkan diri untuk jalan-jalan ringan sembari menghirup udara segar, tak jauh dari rumahnya. Aktifitas seperti itu sudah menjadi rutinitasnya sejak pensiun sebagai pejabat pemerintah.

Namun pada Selasa (12/3) sore harinya, almarhum mengeluhkan sesak nafas, selanjutnya oleh keluarga dibawa ke rumah sakit. Sempat dirawat selama sehari di RS Kasih Ibu Denpasar, akhirnya almarhum menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 06.20 wita.

Semasa hidup, almarhum yang oleh krama Pejeng akrab disapa Gung Aji Bupati ini dikenal sangat bersahaja, ramah dan akrab dengan seluruh lapisan warga masyarakat. Setelah pensiun sebagai pejabat pemerintah, rupanya tenaganya masih dibutuhkan masyarakat Pejeng. Almarhum pun dipercaya mengemban tugas sebagai Bendesa Pakraman Jero Kuta Pejeng. Selain itu juga  aktif sebagai Ketua Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Propinsi Bali. Karena jabatan barunya yang cukup lama diembannya (sebagai bendesa), almarhum pun kemudian oleh kalangan krama Pejeng mulai akrab disapa Gung Kak Bendesa.

Sejumlah jabatan penting sempat dijalaninya saat aktif di pemerintahan, seperti Wakil Kepala Bappeda Propinsi Bali, Bupati Bangli, Kepala Bappeda Propinsi Bali, Kepala Dinas Pariwisata Bali, hingga Kelapa BP7 Bali.

Almarhum meninggalkan 2 orang putra dan 3 putri serta 12 orang cucu. Rencananya upacara pelebon akan dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 2013 mendatang di setra adat Desa Pakraman Jero Kuta Pejeng.

Untuk sementara jasad almarhum masih disemayamkan di kamar jenasah RS Sanglah. Mendengar kabar duka ini, sejumlah pejabat pun menyampaikan ucapan belasungkawa. Di antaranya datang dari mantan Bupati Gianyar Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau yang akrab disapa Cok Ace. Karangan bunga pun mulai menghiasi rumah duka, di Banjar Pande Pejeng. (dey)

Selasa, 19 Maret 2013

Indahnya Nyepi di Kampung Pejeng

Suasana Desa Pejeng saat Nyepi

Pejeng,  Suasana sunyi dan hening terasa sangat mengesankan saat umat Hindu di Bali melaksanakan catur brata penyepian. Dan, suasana itu pula terasa di wilayah Desa Pakraman Jero Kuta Pejeng saat Hari Raya Nyepi, tahun baru Isaka 1935, Selasa (12/3).

Jika hari-hari sebelumnya, di wilayah desa pakraman ini kerap ditemui warga masyarakat yang lalu lalang untuk berbagai keperluan dan aktivitas, namun pada saat Nyepi itu berubah seratus delapan puluh derajat. Tak terdengar lagi sorak pengusung ogoh-ogoh, apalagi suara tetabuhan gong balaganjur seperti pada saat malam pengerupukan. Pasar Desa Pejeng yang biasanya dipadati pedagang dan pembeli dari berbagai penjuru desa, tutup total. Suara bising knalpot bronx yang biasanya digeber anak-anak jalanan, pun tak terdengar.

Yang jelas, suasana di Desa  Pejeng sejak pagi hingga malam harinya benar-benar lengang dan hening. Yang nyaring terdengar hanyalah kicauan burung crukcuk, kukur (derkuku), perit, petingan dan lainnya yang bercengkerama di dahan-dahan pohon. Kawanan burung tersebut  seakan turut merasakan suasana Nyepi… Mereka bisa bebas terbang dari satu pohon ke pohon yang lainnya, tanpa takut ditembak.  Sementara itu sejumlah burung kukur tampak terbang rendah, bahkan turun langsung ke halaman merajan untuk menyantap beras bija, atau nasi sisa segehan yang berserakan di halaman merajan. Puas menikmati makanan, kawanan burung pun kembali bertengger di pepohonan sambil sesekali berkicau dengan pasangannya.
“Sungguh, pemandangan yang luar biasa…, langka, unik dan menarik,” ucap dr. Dewa Oka, yang jauh-jauh datang dari Lombok untuk merayakan libur Nyepi  di kampung halamannya, Pejeng.

Dikatakan, suasana Nyepi di Pejeng benar-benar mengesankan. “Hawanya sejuk dan segar, karena tak ada asap dari knalpot sepeda motor atau pun mobil. Suasananya juga tenang dan jauh dari bising. Yang terdengar hanyalah sayup-sayup kicauan burung di kejauhan. Ini sungguh mengesankan. Lingkungan desa yang masih lestari,” ujar dr. Dewa Oka.

Apa yang disampaikan dr. Dewa Oka  memang benar adanya. Jika dibandingkan dengan yang sudah-sudah, perayaan Hari Raya Nyepi tahun Isaka 1935 ini di Pejeng, boleh dibilang ada sedikit peningkatan. Betapa tidak, jika tahun-tahun sebelumnya selalu  diwarnai gesekan-gesekan antar warga yang mengarah pada bentrokan antar banjar, namun pada tahun ini semuanya berlangsung sukses, aman dan lancar. Selain itu, pada Nyepi yang sudah-sudah ada sejumlah warga masyarakat yang melanggar. Mereka, khususnya kalangan anak-anak  bebas keluar rumah dan bermain-main di jalanan. Ironisnya, hal tersebut dibiarkan oleh para orangtuanya. Sejumlah pecalang yang disiagakan di setiap perempatan desa kala itu, seakan tak bisa berbuat banyak melihat ulah anak-anak tersebut.

Berbeda dengan Nyepi tahun 2013 ini, suasananya benar-benar “sipeng”.  Saat Nyepi kali ini, hampir tidak ditemui anak-anak yang bermain di jalanan. Warga pun enggan keluar rumah, kecuali untuk kepentingan yang mendesak. Sehingga suasana di wilayah Desa Pejeng saat Nyepi kali ini benar-benar lengang, sunyi dan sepi. Yang tampak dari kejauhan hanyalah sejumlah pecalang yang berjaga-jaga, sambil patroli keliling desa.
Hal ini perlu dijadikan contoh untuk setiap perayaan Hari Raya Nyepi pada tahun-tahun mendatang.  Ini pula patut dijadikan momentum untuk menjaga tradisi desa kuno yang telah termasyhur di mancanegara ini, sekaligus memupuk persatuan  dan kesatuan warga masyarakat yang terjalin harmonis selama ini, demi keajegan Desa Pejeng. (dey)

Jumat, 15 Maret 2013

Puluhan Ogoh-Ogoh Semarakkan Malam Pengrupukan


Salah satu ogoh-ogoh meramaikan malam pengrupukan 
Gianyar, Puluhan ogoh-ogoh menyemarakkan malam pangerupukan Nyepi,  di Desa Pakraman Jero Kuta Pejeng, bertepatan dengan rahina Tilem Kesanga, Senin (11/3). Ogoh-ogoh dalam berbagai rupa dan ukuran itu diarak dengan penuh semangat oleh anak-anak hingga para pemuda (sekeha teruna-teruni) dari empat banjar yang ada.

Sebelumnya ogoh-ogoh tersebut “diplaspas” di masing-masing balai banjar, kemudian secara bergiliran di arak menuju jaba Pura Penataran Sasih, tempat berlangsungnya acara. Parade ogoh-ogoh ini dipusatkan di jaba Pura Penataran Sasih Pejeng, dibuka langsung Bendesa Alit Desa Pakraman Jero Kuta Pejeng, Cokorda Rai Pemayun.

Dalam sambutannya, Cok Rai Pemayun memberi apresiasi positif atas terselenggaranya parade ogoh-ogoh ini. Menurutnya, berbagai ogoh-ogoh yang ditampilkan dalam parade ini merupakan wujud kreatifitas anak-anak muda pejeng di dalam melestarikan seni dan budaya. “Ini merupakan ajang penyaluran bakat seni dan kreatifitas anak-anak muda  dalam upaya pelestarian budaya daerah,” ucapnya.  Cok Rai juga menekankan kepada seluruh pemuda maupun masyarakat se-Jero Kuta Pejeng bersama-sama menjaga situasi keamanan desa agar tetap kondusif, terlebih pada saat Hari Raya Nyepi. 

Setelah dibuka secara resmi oleh Bendesa Alit Cok Rai Pemayun, parade ogoh-ogoh pun dimulai.  Tampak ribuan penonton memadati areal tempat berlangsungnya acara, persis di depan alun-alun desa Pejeng. Tampil sebagai pembuka adalah STT Yowana Wira Laksana, Banjar Pande. Tepuk tangan penonton pun menggema, begitu terdengar suara gong baleganjur dari sekeha gong  remaja Banjar Pande ini. Selama kurang lebih 20 menit mereka menampilkan berbagai atraksi yang dikemas dalam fragmen tari .
Sebagai peserta berikutnya adalah STT Budi Muditha, Banjar Guliang Pejeng. Seakan tak mau kalah dengan atraksi ogoh-ogoh sebelumnya, sekeha teruna ini pun menampilkan fragmentari yang tak kalah menariknya. Sorak tawa penonton sempat mewarnai saat melihat tingkah polah anak-anak yang turut semangat mengarak ogoh-ogoh.

Yang tak kalah menariknya adalah penampilan ogoh-ogoh dari STT Yowana Kertha Yoga, Banjar Puseh. Sekeha teruna teruni ini menampilkan ogoh-ogoh berupa babi raksasa (bangkal). Tak hanya itu, juga ditampilkan sosok barong serta barong bangkal untuk melengkapi kisah cerita dalam fragmentari yang dipentaskan.

Sementara STT Yowana Dipa Daksina menadapat giliran terakhir, sekaligus sebagai penutup parade ogoh-ogoh. Dalam parade ini, STT Yowana Dipa Daksina juga menampilkan fragmentari disertai para penari remaja putri yang lemah gemulai, sehingga mampu menyedot perhatian penonton.  Sejumlah ogoh-ogoh yang tampil pada kesempatan itu juga menarik perhatian warga masyarakat yang memadati jaba Pura Penataran Sasih. Salah satunya adalah ogoh-ogoh berupa sosok celuluk atau raksasa gundul, tampil mengendarai sepeda antik. Dengan gerak serta goyangan yang kompak dari para pengusungnya, seolah-olah ogoh-ogoh ini tampak hidup, meluncur dengan sepeda pancal tua.

Syukurlah, secara keseluruhan parade ogoh-ogoh tahun 2013 ini terbilang berjalan lancar dan sukses. Tidak ada gesekan atau bahkan bentrok fisik, sebagaimana yang sempat terjadi pada tahun 2012 silam. Yang membuat pelaksanaan parade ini lancar juga tak lepas dari ketegasan pemerintah, termasuk pemerintah desa yang melarang penggunaan mercon atau pun meriam bambU saat pengarakan ogoh-ogoh.  Di samping itu, juga karena ketatnya peredaran miras khususnya arak di kalangan masyarakat akhir-akhir ini.

Namun di balik suksesnya penyelenggaraan parade ogoh-ogoh ini, ada hal yang perlu menjadi catatan, yakni molornya penyelenggaraan parade dari jadwal semula pukul 17.00, menjadi pukul 19.00 wita, sehingga selesainya terlalu malam. Semoga parade ogoh-ogoh di tahun-tahun mendatang bisa lebih sukses lagi. Selamat Hari Raya Nyepi Caka Warsa 1935! (dey)

Rabu, 06 Maret 2013

Ida Bethara Pura Penataran Sasih Melasti ke Pura Tirtha Empul Tampaksiring


Suasana melasti di Pura Tirtha Empul Tampaksiring.
Gianyar-  Suasana di sekitar jalan menuju Istana Tampaksiring hingga Pura Tirtha Empul, Rabu (6/3) pagi tampak dipadati krama desa Pejeng dan sekitarnya, serangkaian upacara melasti. Upacara melasti dilaksanakan seiring usainya karya piodalan di Pura Penataran Sasih Pejeng.

Sejak pagi sekitar pukul 08.00 wita, suasana di sepanjang jalan Raya Ir. Soekarno sudah dipadati krama desa  yang hendak mengikuti prosesi melasti Ida Bethara Sasuhunan dari berbagai desa pakraman di Pejeng dan sekitarnya. Di antaranya ada yang mengendarai sepeda motor, mobil maupun puluhan truk.
Hujan deras yang disertai angin kencang pada pagi itu sempat membuat prosesi nedunang Ida Bethara di Pura Penataran Sasih tertunda beberapa saat.  Setelah hujan reda, baru lah prosesi nedunang Ida Bethara dilangsungkan. Iring-iringan Ida Ratu Bethara Pura Penataran Sasih kemudian diikuti seluruh Ida Bethara Sasuhunan di seluruh Pura-Pura yang ada di Desa Pakraman Jero Kuta Pejeng. Kemudian disusul iring-iringan  Ida Bethara Sasuhunan manca-manca di sekitar Pejeng. Sekitar pukul 09.30, seluruh Ida Bethara  Sasuhunan tiba di Pura Tirtha Empul.

Prosesi iring-iringan Ida Bethara ini sempat menarik perhatian wisatawan. Beberapa di antara mereka bahkan rela berdesak-desakan dengan para pemedek untuk mangabadikan momen tersebut menggunakan kamera digital maupun handycamp nya.

Seluruh Ida Bethara Sasuhunan tiba di Pura Tirtha Empul, prosesi upacara pun dimulai. Seluruh rangkaian upacara ini dipuput Ida Pedanda Gede Buruan, dari Geriya Sanding Pejeng.

Setelah seluruh rangkaian upacara berakhir, Ida Bethara Sasuhunan pun “mewali budal” ke Pura masing-masing. Dalam perjalanan menuju Pejeng, Ida Bethara Pura Penataran Sasih serta Ida Bethara Pura-Pura di Desa Pakraman Jro Kuta Pejeng katuran upacara di sejumlah lokasi di sepanjang Desa Pakraman Tampaksiring. Tampak kaum ibu-ibu beserta sejumlah pemangku di masing-masing lokasi berjejer rapi sambil bersimpuh, ngaturan banten kehadapan Ida Bethara Sasuhunan.

Sementara itu, seluruh krama banjar tampak bersemangat mundut Ida Bethara walau menempuh jarak yang luamayan jauh.  Setelah melalui berbagai prosesi upacara di sepanjang perjalanan, Ida Bethara Sasuhunan se-Jero Kuta Pejeng  baru tiba di Pura Penataran Sasih sekitar pukul 14.10 wita.

“Syukur lah berkat  Ida Bethara Sasuhunan,  seluruh rangkaian upacara pemelastian ini berlangsung sukses dan lancar,” pungkas Bendesa Ageng Jero Kuta Pejeng, Cokorda Gde Putra Pemayun. (dey)