Senin, 31 Maret 2014

Parade Ogoh-Ogoh Meriahkan Malam Pengerupukan di Pejeng

PEJENG, Pawai ogoh-ogoh tampaknya menjadi sesuatu yang dinanti-nanti krama desa Pejeng serangkaian menyambut Hari Raya Nyepi. Setiap digelar pawai ogoh-ogoh pada malam pengrupukan, jaba Pura Penataran Sasih selalu disesaki warga masyarakat untuk menonton ogoh-ogoh karya anak-anak muda dari empat banjar yang ada yakni, Br. Intaran, Br. Puseh, Br. Pande serta Br. Guliang.
Seperti yang Nampak pada Minggu (30/3) malam, ribuan warga tampak berduyun-duyun memadati alun-alun desa Pejeng (kini pasar senggol) untuk menonton ogoh-ogoh.
Dalam parade kali ini, ogoh-ogoh karya STT Yowana Dipa Daksina Br. Intaran mendapat kesempatan tampil pertama, setelah itu disusul ogoh-ogoh karya STT Yowana Budi Mudhita Br. Guliang, Ogoh-ogoh karya STT Yowana Kertha Yoga (kawula Muda Puseh / Kampus) serta terakhir penampilan ogoh-ogoh karya STT Yowana Wira Laksana Br. Pande.
Secara keseluruhan, penampilan ogoh-ogoh dari keseluruhan banjar ada sedikit peningkatan kualitas baik dari segi wujud ogoh-ogoh, maupun kreatifitas pentas seni yang menyertainya. Begitu pula, terkait penyelenggaraannya juga tampak lebih baik dan tertib, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Atau dengan kata lain, penyelenggaraan pawai ogoh-ogoh kali ini berjalan sukses, aman dan lancer. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yakni terkait penonton yang membawa kamera atau pun i-Pad untuk merekam seluruh jalannya pawai ogoh-ogoh. Pasalnya mereka terkadang tampak arogan, petantang-petenteng mengambil foto dengan kamera canggihnya, tak peduli penonton di belakangnya terhalang. Tak heran jika kemudian banyak warga masyarakat yang protes karena pemandangannya menonton ogoh-ogoh terhalang.
“Kok njeprat-njepret terus… terus? apa tidak bosan dengan obyek yang itu-itu saja?” grutu seorang penonton yang posisinya terhalang oleh seorang yang berlagak “photografer professional” itu.
“Sudah bawa kamera canggih, kok ngambil foto dari dekat begitu, apa gunanya bawa lensa panjang? Kan lebih baik dari jauh, sehingga tidak menggangu orang lain…!” keluh warga lainnya.
Sementara warga lainnya malah melontarkan nada sinis,  “Jeprat-jepret banyak-banyak, apa nanti dicetak ya…? Atau itu sekadar untuk aksi supaya dibilang hebat, atau untuk bergaya photographer?” celetuk seorang ibu yang saat itu mengajak  seorang bocah, berdesak-desakan menonton.
Mudah-mudahan segala persoalan tersebut bisa menjadi perhatian pihak penyelenggara pawai, sehingga semuanya merasa nyaman, baik peserta pawai ogoh-ogoh, pihak penyelenggara maupun penonton. (dey)


Jelang Pemilu, Pejeng Dihiasi Atribut Parpol dan Caleg

PEJENG, Tahun 2014 ini identik dengan tahun politik. Karena  pada tahun ini –tepatnya pada 9 April 2014--, seluruh rakyat Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi.  Yakni, pemilihan calon legislatif (caleg) untuk menduduki kursi di DPRD tingkat kabupaten, provinsi  hingga DPR RI di pemerintah pusat. Serta pemilihan calon DPD RI (Dewan Perwakilan Daerah) yang akan mewakili Bali di pemerintah pusat. Pasca Pemilu legislative, seluruh rakyat juga akan memilih calon presiden dan calon wakil presiden untuk masa bhakti lima tahun ke depan.
Euforia pemilu ini sudah terasa hingga pelosok-pelosok desa, termasuk di Desa Pejeng ini. Sejak tiga bulan terakhir, tampak atribut partai politik (parpol) lengkap dengan calon legislitaif (caleg)  peserta Pemilu 2014 menghiasi sejumlah tempat strategis di desa pejuang ini. Selain itu juga terpampang foto-foto calon DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Bali yang akan berebut kursi di Senayan. Pemandangan seperti itu sudah terlihat di pintu gerbang selatan Pejeng, tepatnya di sekitar Monumen Perjuangan Rakyat Pejeng hingga di jaba Puri Agung Pejeng. Baliho pengumuman pelaksanaan Pemilu dari KPU dalam ukuran raksasa juga tampak terpampang di depan Pasar Umum Desa Pejeng.
Suasana semarak seperti itu bisa dimaklumi, karena ada tiga calon wakil rakyat asal desa Pejeng yang akan berebut kursi di DPRD Kabupaten Gianyar serta DPRD Bali. Mereka itu adalah Tjokorda Gede Putra Pemayun (Caleg DPRD Gianyar) dari Partai Gerindra serta Cokorda Istri Mas Minggu Wathini, MPd. (Caleg DPRD Provinsi Bali) dari Partai Gerindra. Satu lagi adalah Yuli Theja (Caleg DPRD Gianyar dari Partai Nasdem).
Sebagai desa tua yang kaya dengan potensi di dalamnya, sudah selayaknya Pejeng memiliki wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD. Seperti dua periode Pemilu sebelumnya, yang mana salah seorang putra terbaik Pejeng, Ida Bagus Ketut Suastika (Gus Best) sempat menjadi wakil rakyat di DPRD Gianyar dari PDI Perjuangan. Pasca Gus Best tidak duduk di dewan, praktis tidak ada wakil rakyat asal Pejeng di DPRD Gianyar. Akibatnya, banyak aspirasi warga yang tak tersalurkan, atau terpaksa minta bantuan politisi dari luar desa yang kebetulan duduk di dewan.

Akan kah dalam pemilu 2014 nanti, ada wakil Pejeng yang lolos, sehingga mampu menyalurkan aspirasi masyarakat Pejeng? Kita doa kan saja, semoga! (dey)

Selasa, 18 Maret 2014

Pura Penataran Sasih Dipadati Pemedek

Para sutri penuh semangat melakoni prosesi siyat sampian. 
Pejeng, Ribuan pemedek dari berbagai penjuru di Bali memadati Pura Penataran Sasih Pejeng serangkaian pujawali (piodalan) yang jatuh pada Purnamaning Kasanga, Sabtu (15/3) lalu.

Membludaknya umat yang pedek tangkil sempat membuat kewalahan para pecalang bersama-sama petugas Kepolisian Polsek Tampaksiring mengatur arus lalu lintas dari arah selatan menuju Tampaksiring maupun sebaliknya.

Serangkaian piodalan Ida Bethara se-Jro Kuta Pejeng lunga ke Pura Penataran Sasih sehari sebelum puncak karya piodalan, Jumat (14/3) lalu dan akan nyejer hingga Selasa (25/3) mendatang. Sementara Ida Bethara manca-manca dari berbagai Pura di luar Desa Pejeng seperti --Ida Bethara Pura Samuan Tiga, Ida Betahara Ratu Gede Singapadu, serta Ida Bethara dari berbagai desa pakraman sewawengkon Pejeng (Pejeng Kaja, Pejeng Kangin, Pejeng Kelod, Pejeng Kawan)-- lunga bertepatan dengan berlangungnya puncak piodalan, yakni pada Purnamaning Kesanga, Sabtu (15/3). Seluruh Ida Bethara manca-manca tersebut mewali budal Selasa (18/3).

Serangkaian dengan prosesi mewalinya Ida Betahara budal ke Pura masing-masing, digelar berbagai ritual di areal Pura Penataran Sasih. Di antaranya prosesi maombak-ombakan serta siyat sampiyan yang dilakoni para Sutri serta Juru Sirat. Prosesi ini sempat menarik perhatian para pemedek, maupun wisatawan mancanegara.
Tidak seperti tahun lalu, serangkaian piodalan di Pura Penataran Sasih kali ini prosesi pemelastian hanya diadakan di lingkungan Pura alias Ngubeng. (dey)

Ritual “Nawa Gempang” di Pura Pusering Jagat Pejeng

Prosesi upacara Tawur Nawa Gempang di Pura Pusering Jagat,
Pejeng, Senin (17/3).
Pejeng, Di tengah-tengah berlangsungnya upacara pujawali (piodalan) di Pura Penataran Sasih, Pemkab Gianyar  menggelar upacara “Tawur Nawa Gempang” di Pura Pusering Jagat Pejeng, Senin (17/3). 

Hadir dalam upacara ini Bupati Gianyar A.A. Gde Agung Bharata dan Wabup Made Mahayastra, pejabat dari perwakilan Pemprop Bali, serta pejabat kabupaten/kota se-Bali. Tampak pula ribuan masyarakat se-Desa Pakraman Jro Kuta Pejeng memadati areal Pura .

Sebelum upacara dimulai, krama desa mendak Ida Betara Pusering Jagat yang sebelumnya lunga ke Pura Penataran Sasih serangkaian piodalan yang jatuh pada Purnamaning Kesanga Sabtu (15/3) lalu. Upacara "Tawur Nawa Gumpang" ini baru dimulai sekitar pukul 11.00 wita, beberapa saat setelah Ida Bethara tiba di Pura Pusering Jagat.

Upacara “Tawur Nawa Gempang” yang pertama kali digelar di Pusering Jagat Pejeng ini, dipuput Ida Pedanda Wayahan Bun dari Griya Sanur Pejeng dan Ida Pedanda Buda Jelantik dari Griya Taman Sukawati.Tingkatan upakara yang digunakan adalah tingkat madya dengan menggunakan dasar manca sata, mepenangkab, ayam, bebek putih dan  kambing putih.

Panitia Karya yang juga Asisten I Setda Kabupaten Gianyar, Cokorda Rai Widiarsa Pemayun menjelaskan, tujuan upacara ini untuk memohon keselamatan dunia (jagat) agar terhindar dari musibah atau bencana. Seperti diketahui, selama akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014, di Gianyar khususnya telah terjadi berbagai bencana seperti pohon tumbang, tanah longsor, banjir dan musibah sosial lainnya.

“Semoga dengan pelaksanaan upacara ini, kita semua terhindar dari bencana,” ujar Cok. Rai Widiarsa.

Yajamana Karya, Ida Pedanda Wayahan Bun, dalam Dharma Wacananya menyampaikan, karya pelebah jagat ini sebagai upaya antisipasi secara ritual untuk memohon keselamatan atas berbagai fenomena alam yang terjadi belakangan ini. Hal ini mengacu pada sastra yang tertuang dalam lontar Yoga Senggara Bhumi, Lebur Gangsa, Ceciren Gumi Manut Catur Yuga.

Menurutnya, upacara untuk memohon keselamatan ini hendaknya rutin dilaksanakan, agar dunia ini selalu mendapat perlindungan dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.

Dipilihnya Pura Pusering Jagat, karena merupakan pusatnya Bali atau jagat, sehingga diharapkan bumi atau jagat ini dijauhkan dari marabahaya atau bencana. Selain itu, Pura Pusering Jagat Pejeng merupakan salah satu Pura Sad Kahyangan di Bali. Hal ini berdasarkan sejarah dan peninggalan arkeologi yang kini tersimpan di pura Pusering Jagat. 

Seusai upacara, Ida Bethara Pusering Jagat kembali kairing krama menuju Pura Penataran Sasih serangkaian karya piodalan dan nyejer hingga tanggal 25 Maret 2014. Serangkaian dengan ritual "Tawur Nawa Gempang” ini, seluruh krama juga menghaturkan sesajen di pemerajan rumah masing-masing, dengan memercikkan tirtha yang didapat dari Pura Pusering Jagat. (dey, hms)