Selasa, 31 Desember 2013

Semeton Satria Kandel Pejeng Tirthayatra ke Bali Barat

PEJENG, Keluarga Besar Semeton Satria I Dewa Kandel Pejeng, Minggu (22/12) lalu, melaksanakan tirthayatra ke sejumlah Pura yang berada di Kabupaten Jembrana. Kegiatan ini diikuti tidak kurang dari 70 orang perserta, menggunakan bus. Rombongan berangkat sekitar pukul 07.00 wita, kemudian bersama-sama menuju wilayah paling barat Pulau Bali. Tampak ikut dalam tirtha yatra ini Pemangku Pura Kawitan, Kelian Ageng Semeton Satria I Dewa Kandel Pejeng, I Dewa Putu Suasta, serta Pemangku Penglingsir Istri.

Ada pun Pura yang pertama di tuju adalah Pura Rambut Siwi. Tiba sekitar pukul 09.35 wita, rombongan langsung menuju ke Pura Goa Tirtha, yang masih berada di lingkungan Pura Rambut Siwi. Untuk menuju Pura  Goa Tirtha ini pemedek harus menuruni jalan setapak yang kondisinya cukup licin. Pura ini berhadapan langsung dengan laut selatan. Herannya, meski deburan omba laut selatan cukup kuat, namun keberadaan Pura yang berada persis di sebuah mulut goa ini tetap kokoh.

Setelah melakukan persembahyangan pemedek melanjutkan sembahyang di Pura Melanting, yang berlokasi di sebuah tebing, tak jauh dari pura Goa Tirtha. Dari Pura ini tampak di kejauhan suasana laut selatan. Deburan ombak serta angin laut yang bertiup kencang terasa jelas dari dalam Pura ini.

Selanjutnya, persembahyangan dilanjutkan di Pura Rambut Siwi. Persembahyangan yang dipimpin Jero Mangku Pura setempat berlangsung khusyuk. Saat bersamaan juga tampak pemedek dari Denpasar maupun Kuta, Badung. Dari Pura Rambut Siwi, perjalanan dilanjutkan menuju Pura Jati, yang berlokasi di sekitar Desa Tegal Badeng, Jembrana. Seperti halnya di Pura Kahyangan Jagat pada umumnya, di Pura Jati ini juga terdapat sejumlah pelinggih. Namun yang memdekan, di areal Pura ini terdapat sebuah pohon jati yang berusia ratusan tahun. Pohon  jati yang dikeramatkan warga tersebut bercabang tiga selalu mengeluarkan Tirtha. Usai sembahyang yang dipuput Jero Mangku Pura setempat, seluruh rombongan tirthayatra istirahat sementara di wantilan, sambil santap siang bersama.

Pura Segara Rupek, menjadi tujuan terakhir dari perjalanan tirtha yatra semeton Satria I Dewa Kandel Pejeng. Berangkat dari Pura Jati, seluruh rombongankemudian meluncur ke arah Gilimanuk.  Memasuki kawasan hutan lindung Taman Nasional Bali Barat (TNBB), sopir bus pun mengurangi laju kendaraannya. Akhirnya, seluruh rombongan tiba di areal parkir komplek Pura Penataran Segara Rupek. Dengan berjalan kaki kurang lebih beberapa puluh meter, seluruh rombongan langsung  menuju Pura Segara untuk melakukan persembahyangan. Selanjutnya, sembahyang di Pura Penataran Segara Rupek. 

Terakhir, persembahayngan dilanjutkan di Pura Alas Angker. Untuk menuju Pura ini seluruh pemedek berjalan kaki  memasuki kawasan hutan kurang lebih 150 meter dari Pura Penataran Segara Rupek. Suasananya begitu tenang. Tampak akar pepohon kayu yang berumur ratusan tahun bergelantungan di sana-sini sehingga menambah angker suasana di sekitarnya. Sekitar pukul 16.00 wita, seluruh rombongan pun kembali ke Pejeng. Syukurlah seluruh kegiatan tirthayatra ini berlangsung sukses dan lancar. (dey)

Ketika Umat Sedharma Ramai-Ramai Tirthayatra

PEJENG, Gairah umat Hindu untuk melaksanakan Tirthayatra ke sejumlah Pura dalam beberapa tahun belakangan ini tampaknya meningkat. Buktinya, hampir setiap hari libur –apakah hari minggu ataukah hari-hari libur nasional lainnya—selalu dimanfaatkan oleh kalangan umat Hindu di Bali untuk pedek tangkil ngaturang bhakti ke sejumlah Pura sambil berwisata spiritual.

Lihat saja suasana di sepanjang Jalan Dr. Ir.  Soekarno—mulai dari jaba Pura Kebo Edan, Pura Pusering Jagat hingga Pura Penataran Sasih-- setiap hari libur selalu terlihat deretan bus atau pun mobil-mobil pribadi parkir. Rombongan tirthayatra tersebut bukan saja berasal dari wilayah Kabupaten Gianyar, namun banyak pula yang berasal dari luar, seperti umat Hindu asal Denpasar, Badung, Tabanan, Buleleng, Jembrana, Bangli, Klungkung, hingga Karangasem. Pura Sad Kahyangan maupun Pura Dang Khayangan yang ada di Pejeng ini selalu menjadi tujuan tirthayatra di samping Pura-Pura lainnya yang kebetulan berada di jalur yang sama seperti Goa Gajah, Pura Gunung Kawi, hingga Pura Tirtha Empul Tampaksiring.

Sejumlah pemedek yang ditemui di jaba Pura Penataran Sasih Pejeng menuturkan, tujuannya mengikuti tirthayatra, adalah untuk nunas ica, mendekatkan diri dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa, mohon keselamatan, kedamaian, serta kerahayuan jagat, juga untuk mengetahui dari dekat keberadaan masing-masing Pura yang dituju sambil beriwisata.

“Mumpung masih diberi kesempatan (hidup), Tyang sempatkan diri untuk maturang ke sejumlah Pura yang belum pernah tyang kunjungi. Saya merasa tentram dan damai setiap usai ngaturang bhakti,” ucap Pak Gede, salah seorang pemedek asal Denpasar. Dia juga mengatakan, kita patut bersyukur dan kagum atas segala warisan para leluhur terdahulu berupa Pura-Pura yang hingga kini masih lestari dan berdiri megah.
Hal senada diakui pemedek lainnya. Menurutnya,sebagai umat sedharma sudah saatnya mengetahui keberadaan Pura-Pura besar yang ada di Bali melalui kegiatan tirthayatra. “Agar tidak tahu dari cerita orang lain, alangkah baiknya kita yang langsung pedek tangkil melalui kegiatan tirthayatra ini,” ujar Gusti Ngurah, pemedek asal Denpasar.

Memang, apa yang disampaikan pemedek tersebut benar adanya. Sebagaimana diketahui, tirthayatra adalah perjalanan suci untuk mendapatkan tirtha.Dalam perkembangannya, istilah tirthayatra ini  kemudian direalisasikan dengan jalan pedek tangkil ke sejumlah Pura. Dengan tirthayatra ini pula umat sedharma bisa lebih mendekatkan diri dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa.


Seiring perkembangan zaman, tak jarang di antara masyarakat yang menjadikan kegiatan ini sebagai trend. Kegiatan suci ini dijadikan ajang untuk show, pamer diri, sok paling tahu akan keberadaan pura dan sebagainya. Atau bahkan ada yang bangga menceritakan dirinya pernah pedek tangkil ke seluruh Pura yang ada di Bali hingga ke Pura-Pura yang ada di Tanah Jawa. (dey)