Rabu, 30 September 2015

Dari Ngaben Hingga Ngasti

SEPTEMBER 2015 ini bisa dibilang bulan tersibuk bagi warga Pejeng. Betapa tidak, sejumlah upacara serangkaian atiwa-tiwa (ngaben masal) digelar krama Jero Kuta Pejeng selama sebulan penuh. Mulai dari ngayah ngaben, puncak ngaben 14 September hingga rangkaian upacara pasca ngaben masih terus berlangsung. Ada yang ngerorasin, ada pula ngasti, hingga mendak dewa hyang atau meajar-ajar.

Kondisi seperti itu tentu saja membuat masyarakat Pejeng lelah. Terlebih bagi para pengarep, rasa lelah itu tampak begitu jelas di wajahnya. Pasalnya, nyaris tidak ada waktu istirahat bagi para pengarep demi suksesnya seluruh rangkaian upacara tersebut. Lelah tenaga dan lelah pikiran itu sudah pasti, apalagi mereka harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Namun semua rasa lelah itu “kalah“ oleh semangat ngayah demi leluhur di alam nirwana. 

Syukurnya, upacara ngaben tersebut dilaksanakan secara secara masal, yang dipusatkan di balai banjar masing-masing, sehingga biaya yang dikeluarkan juga bisa ditekan. Begitu pula juga upacara ngerorasin maupun ngasti, banyak warga yang melaksanakannya dengan cara berkelompok. Selain irit biaya, juga irit tenaga, karena semuanya dijalankan secara gotong royong. 

  Adanya upacara ngasti secara berkelompok ini juga diisi dengan upacara metatah (potong gigi) masal. Untuk melangsungkan upacara ini ada yang melangsungkan di lokasi upacara (peyadnyan) yang dibangun di balai banjar atau ada pula dekat merajan dadya. 

Terlepas dari semua itu, yang jelas rasa kebersamaan warga pejeng untuk melaksanakan seluruh rangkaian upacara ini patut diacungi jempol. Semangat seperti ini patut terus digelorakan di masa-masa datang. (dey)