Jumat, 31 Oktober 2014

Kemarau, Hektaran Sawah Petani Kekeringan

·      *  Saluran Irigasi Tersumbat Sampah, Gorong-Gorong Ambles

PEJENG, Musim kemarau yang berkepanjangan sejak empat bulan terakhir ini membuat hektaran sawah di kawasan Subak Pegending, Pejeng dan sekitarnya kekeringan. Para petani terpaksa menunda niatnya menanam padi, lantaran sulit mendapat air. Padahal, semestinya saat ini sedang musim tanam padi.

Pantauan di lapangan, tampak hektaran sawah kering kerontang ditumbuhi “embong” (sisa tanaman padi) serta rumput-rumput liar.  Tanah sawah yang biasanya berlumpur kini tampak retak-retak.

“Sudah sekitar empat bulanan petani di sini kesulitan air,” ujar A.A. Gde Rai Udara, seorang petani di kawasan Subak Pegending.

Dia tidak mengeathui secara pasti penyebab sulitnya air akahir-akhir ini. Namun, menurut informasi yang didapatnya dari teman-teman sesama petani, konon aliran air dari hulu sejak memasuki kemarau ini memang kecil.

“Konon air dari hulu sungai di kawasan Ulun Suwi, Pengembungan memang kecil, jadi tidak bisa mengairi sawah petani di sini,” ungkapnya.

Hal senada dikatakan petani lainnya, Dewa Nyoman Nik. Menurutnya, saat kemarau seperti saat ini hampir semua sawah di kawasan Subak Pegending –yang sumber air irigasinya dari kawasan Ulun Suwi Pengembungan -- dalam kondisi kekeringan. 

‘’Biasanya setelah tiga atau empat minggu pasca panen padi, petani sudah bisa kembali mengolah tanah sawah, tapi saat ini tidak sama sekali,” keluhnya.
Selain itu, petani tadi juga mengeluhkan kondisi saluran irigasi menuju sawahnya yang tersumbat sampah serta terancam jebol di beberapa titik. “Lihat saja selokan di sebelah utara Banjar Guliang menuju ke arah barat, sering sekali tersumbat sampah,” ujar Gung Kak Rai.

Sementara itu, saluran irigasi yang nyaris putus terjadi di pertigaan jalan dari Pejeng menuju Tatiapi. Gorong-gorong di situ ambles, akibat tidak kuat menahan beban truk-truk bermuatan berat yang melintas di sana. Padahal proyek gorong-gorong itu belum ada setahun kelar.


Terhadap persoalan tersebut para petani hanya bisa pasrah. Pasrah menunggu musim hujan tiba dan pasrah menunggu pemerintah memperbaiki gorong-gorong yang jebol tersebut. Semoga masalah tersebut bisa segera teratasi, sehingga para petani bisa kembali beraktifitas seperti sedia kala. dey

“Cultural Wonders of the Royal Pejeng Performance”

* Dibuka Bupati Agung Bharata  

Bupati Agung Bharata menyapa para tamu undangan "Cultural Wonders
of The Royal Pejeng perfomances 
PEJENG, Sebagai desa pendamping kawasan wiSata Ubud, Desa Pejeng memang belum tersentuh sektor pariwisata. Padahal, di desa tua ini, banyak ada potensi wisata yang masih belum tergali, termasuk sejumlah peninggalan purbakala. Pun demikian, dari segi adat istiadat dan kebiasaan unik serta pemandangan alamnya, Desa Pejeng tak kalah dibandingkan desa wisata lainnya. Kondisi inilah yang membuat Pemkab Gianyar menggelar kegiatan bertajuk “Cultural Wonders of the Royal Pejeng Performance”, Rabu (8/10) lalu. 
Memang dari segi kawasan, Desa Pejeng berada diantara dua sungai, yakni sungai Pakerisan dan sungai Petanu yang berlokasi di Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Desa ini dikenal dengan sejumlah Pura dan situs purbakalanya. Salah satu tradisi unik yang dimiliki Desa Pejeng adalah ritual “Siat Sampian” yang bermakna solidaritas dan semangat “gotong royong” serta kebersamaan. Tradisi ini dilaksanakan setiap piodalan di Pura Penataran Sasih. 
Di Desa Pejeng juga ada sebuah istana yang bernama Puri Agung Soma Negara Pejeng. Istana ini sebagai bukti Kerajaan Bali juga berkembang di Pejeng. Puri Agung Soma Negara Pejeng merupakan salah satu kerajaan tertua di Bali. Puri ini ditemukan pada abad ke-10 sebelum aliran Budha tersebar di Bali dan berpusat di Bedulu. Anggota kerajaan Soma Negara ini dahulu sempat diasingkan ke Nusa Penida selama beratus-ratus tahun sehingga  Puri Pejeng terbengkalai. Namun seni dan budaya tidak pernah luntur bahkan seni tari yang menjadi akar budaya Pejeng menyelamatkan keberadaan kerajaan ini. 
Terbukti, pada tahun 1817, Puri Pejeng hidup kembali setelah menampilkan salah satu kesenian sakralnya. Hal ini membuktikan bahwa seni dan budaya dapat menjadi tiang peradaban yang kaya dan beragam. Dengan potensi yang luar biasa itu masyarakat Desa Pejeng menghasilkan berbagai macam kebudayaan adiluhung yang menarik untuk digali dan dikembangkan menjadi sebuah mahakarya seni. Untuk itulah, digelar sebuah karya yang bertajuk “Cultural Wonders of the Royal Pejeng Performance” .
Dalam pertunjukkan tersebut, ditampilkan sejumlah kesenian klasik seperti Mawirama, Wayang Kulit, Wayang Wong (Wayang Orang) dan Kecak yang mengambil lakon  “Kumbakarna Gugur”. Pertunjukkan ini bertujuan menghidupkan kembali warisan budaya Desa Pejeng dan untuk menarik wisatawan datang ke Pejeng sebagai salah satu destinasi wisata di Kabupaten Gianyar.
Bupati Gianyar Agung Bharata yang mendukung penuh kegiatan ini menegaskan, negara yang besar menghargai alam, sejarah dan budayanya. Budaya itu sendiri dikembangkan dan dibentuk oleh nilai-nilai dari anggota masyarakatnya. Bali dikenal dengan kekayaan seni dan budayanya yang mencerminkan kehidupan masyarakat Bali. “Pemahaman dan pengetahuan mendasar tentang sejarah membuat kita melestarikan dan bahkan mengembangkan warisannya terutama dalam seni dan budaya. Desa pejeng sebagai bagian dari Kabupaten Gianyar, juga akan terus dilestarikan dan dikembangkan keberadaannya terutama kebudayaannya,” tegasnya. 
Perbekel Desa Pejeng, Cok Agung Kusumayudha sangat menyambut positif kegiatan ini. Menurutnya, saat ini pihaknya memang sedang berupaya membangkitkan potensi wisata di Desa Pejeng. “Dengan adanya kegiatan seperti ini, kami sangat berharap potensi wisata Desa Pejeng bisa dibangkitkan dan nantinya mampu mensejahterkan masyarakat,” harapnya. (dey/wb)