PEJENG, Pawai ogoh-ogoh tampaknya
menjadi sesuatu yang dinanti-nanti krama desa Pejeng serangkaian menyambut Hari
Raya Nyepi. Setiap digelar pawai ogoh-ogoh pada malam pengrupukan, jaba Pura
Penataran Sasih selalu disesaki warga masyarakat untuk menonton ogoh-ogoh karya
anak-anak muda dari empat banjar yang ada yakni, Br. Intaran, Br. Puseh, Br.
Pande serta Br. Guliang.
Seperti yang Nampak pada Minggu
(30/3) malam, ribuan warga tampak berduyun-duyun memadati alun-alun desa Pejeng
(kini pasar senggol) untuk menonton ogoh-ogoh.
Dalam parade kali ini, ogoh-ogoh karya
STT Yowana Dipa Daksina Br. Intaran mendapat kesempatan tampil pertama, setelah
itu disusul ogoh-ogoh karya STT Yowana Budi Mudhita Br. Guliang, Ogoh-ogoh
karya STT Yowana Kertha Yoga (kawula Muda Puseh / Kampus) serta terakhir penampilan
ogoh-ogoh karya STT Yowana Wira Laksana Br. Pande.
Secara keseluruhan, penampilan
ogoh-ogoh dari keseluruhan banjar ada sedikit peningkatan kualitas baik dari segi
wujud ogoh-ogoh, maupun kreatifitas pentas seni yang menyertainya. Begitu pula,
terkait penyelenggaraannya juga tampak lebih baik dan tertib, sehingga tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Atau dengan kata lain, penyelenggaraan
pawai ogoh-ogoh kali ini berjalan sukses, aman dan lancer. Namun demikian, ada
beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yakni terkait penonton yang membawa
kamera atau pun i-Pad untuk merekam seluruh jalannya pawai ogoh-ogoh. Pasalnya
mereka terkadang tampak arogan, petantang-petenteng mengambil foto dengan kamera
canggihnya, tak peduli penonton di belakangnya terhalang. Tak heran jika
kemudian banyak warga masyarakat yang protes karena pemandangannya menonton
ogoh-ogoh terhalang.
“Kok njeprat-njepret terus…
terus? apa tidak bosan dengan obyek yang itu-itu saja?” grutu seorang penonton
yang posisinya terhalang oleh seorang yang berlagak “photografer professional”
itu.
“Sudah bawa kamera canggih, kok
ngambil foto dari dekat begitu, apa gunanya bawa lensa panjang? Kan lebih baik
dari jauh, sehingga tidak menggangu orang lain…!” keluh warga lainnya.
Sementara warga lainnya malah
melontarkan nada sinis, “Jeprat-jepret
banyak-banyak, apa nanti dicetak ya…? Atau itu sekadar untuk aksi supaya dibilang
hebat, atau untuk bergaya photographer?” celetuk seorang ibu yang saat itu
mengajak seorang bocah, berdesak-desakan
menonton.
Mudah-mudahan segala persoalan
tersebut bisa menjadi perhatian pihak penyelenggara pawai, sehingga semuanya
merasa nyaman, baik peserta pawai ogoh-ogoh, pihak penyelenggara maupun
penonton. (dey)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar