SUASANA Hari
Raya Galungan di Desa Pejeng, Rabu (23/10) lalu tak jauh beda dengan desa-desa
lainnya di Bali. Penjor beraneka hiasan tampak berdiri megah di depan
rumah-rumah warga. Ribuan umat se-Desa Pakraman Jro Kuta Pejeng tampak
melakukan persembahyangan sejak pagi hari. Dimulai dari Merajan, Pura Dadya, Pura
Kawitan hingga ke sejumlah Pura yang ada di wilayah desa pakraman Jro Kuta
Pejeng.
Seperti yang
terlihat di Pura Kebo Edan, Pura Atman Surat, Pura Pusering Jagat, Pura
Penataran Sasih, Pura Puseh/Desa dan Bale Agung, Pura Taman Sari, Pura
Manikcorong, Pura Melanting, hingga Pura Dalem dan Prajapati, pemedek silih
berganti melakukan persembahyangan. Hari Raya Galungan ini dijadikan momen untuk
memohon keselamatan, kerahayuan keluarga serta kedamaian jagat, sebagaimana halnya
makna kemenangan dharma atas adharma.
Yang
menarik, di sela-sela ramainya umat yang pedek tangkil, tampak beberapa pemedek
yang selama ini tinggal di luar Desa Pakraman Pejeng. Ada yang tinggal di
Denpasar, Singaraja, atau bahkan ada di luar Pulau Bali. Mereka sengaja datang
ke kampung halamannya saat libur panjang ini untuk bertemu sanak keluarga serta
teman-teman seperjuangan semasa kecil dulu. Hari raya ini seakan jadi ajang
ngumpul bersama keluarga, sekaligus bernostalgia. Dan yang terpenting, bisa
sembahyang di Pura-Pura yang ada di Desa Pejeng.
Usai
sembahyang, sejumlah warga ada yang piknik ke obyek-obyek wisata terdekat. Ada
pula yang ngumpul bareng keluarga besar di rumah, sambil menyantap tum bungkil,
tum biyu batu, atau lawar serta kudapan tape ketan manis plus jaja uli. Suasana
makin berkesan saat ada barong bangkal ngelawang, lalu mengejar anak-anak yang
meneriakkan kata ‘’…cyiiitttt… tah!’’ berulang-ulang diiringi gambelan yang
penuh semangat. Sungguh, ini Galungan yang berkesan…! (dey)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar