Sayangi alam dan tumbuh-tumbuhan demi anak cucu kita. |
“…Kaki-kaki,
Dadong kija?”. “I Dadong nak gelem...”. “Gelem ken-ken?”, “Gelem nged”. “Niki, tyang ngaturan bubuh…”. “…Ingetan nah, Galungan ne buin selai (25) lemeng, …apang
nged-ngeeed, ngeed….!
Seorang wanita tua di sebuah desa kecil tampak khusyuk
mengucapkan kalimat di atas saat menghaturkan sesajen untuk tumbuh-tumbuhan, serangkaian
rerahinan Tumpek Uduh yang jatuh pada Saniscara Kliwon, Wariga, Sabtu (2/3)
lalu.
Entah siapa yang memulai dan sejak
kapan petikan monolog tersebut tersebar luas di kalangan masyarakat Hindu di
Bali, penulis tidak mengetahui secara pasti. Dan kutipan monolog tersebut di
atas mungkin tidak sama persis diucapkan oleh warga desa yang satu dengan warga
desa yang lainnya. Namun yang jelas, petikan monolog yang kerap terdengar
setiap rerahinan Tumpek Uduh tersebut memiliki tujuan atau pun harapan yang
sama. Yakni, sebagai wujud kepedulian umat Hindu akan kelestarian lingkungan di
sekitarnya, khususnya tumbuh-tumbuhan. Selain itu, sebagai ungkapan terimakasih
serta puji syukur ke hadapan Ida Sanghyang Widi Wasa atas segala rahmat yang
dianugerahkannya berupa tumbuh-tumbuhan yang subur, dengan batang yang kokoh
dan daun serta buah yang lebat sebagai sumber kemakmuran bagi seluruh umat
manusia. Hal tersebut sebagaimana kutipan terakhir pada monolog di atas yakni, …nged…, nged, nged….! Yang berarti
lebat.
Seperti diketahui, di beberapa
tempat di Bali ada yang menyebut rerahinan jagat tersebut dengan istilah Tumpek
Bubuh (mungkin karena salah satu isi
sesajen yang dihaturkan berupa bubur), ada pula yang menyebutnya dengan
Tumpek Pengatag, Tumpek Pengarah (mungkin pula sebagai pemberitahuan terkait datangnya Hari Raya Galungan, karena rerahinan
ini jatuhnya persis 25 hari menjelang Hari Raya Galungan). Ada pula yang
menyebutnya sebagai Tumpek Wariga, karena bertepatan dengan wuku Wariga. Sementara
sebagian masyarakat lagi ada yang mengistilahkan upacara ini sebagai otonan punyan-punyanan.
Terlepas dari banyaknya istilah
untuk rahina Tumpek Uduh ini, yang jelas semuanya memiliki tujuan sama, yakni sebagai sebuah ritual atau persembahan untuk mengingatkan
umat manusia agar selalu menjaga kelestarian dan keharmonisan lingkungan
(sesuai konsep Tri Hita Karana), khususnya tumbuh-tumbuhan sebagai sumber sandang,
pangan maupun papan. Dengan lestarinya tumbuh-tumbuhan ini pula diharapkan
lingkungan akan tetap ajeg, lestari dan memberi kemakmuran bagi seluruh mahluk
yang ada di muka bumi.
Datangnya rahina Tumpek Bubuh ini
seakan mengingatkan seluruh Umat Hindu agar bersiap-siap menyongsong Hari Raya
Galungan dan Kuningan yang datang 25 hari lagi. Sebagaimana diketahui, banyak
keperluan untuk upakara menyambut Hari Raya Galungan yang menggunakan bahan
baku dari tumbuh-tumbuhan khususnya untuk majejahitan, metanding banten, atau
pun untuk ngelawar. Jadi sangat beralasan jika upacara rahina tumpek ini
difokuskan pada tumbuh-tumbuhan.
Kutipan monolog di atas seakan
melukiskan harapan umat (Hindu) kepada Ida Bhatara Sangkara selaku manifestasi
Ida Sanghyang Widi Wasa sebagai penguasa tumbuhan-tumbuhan agar melimpahkan
karunia-Nya untuk kesejahteraan umat manusia, bukan hanya saat menjelang
Galungan namun selamanya. Misalnya, agar pepohonan tumbuh subur, berdaun,
berbunga atau berbuah lebat (nged).
Namun untuk mewujudkan semua itu, kita sebagai umat tidak
cukup hanya dengan menghaturkan sesajen untuk tumbuh-tumbuhan setiap rahina
Tumpek Uduh. Namun perlu diiringi dengan aksi nyata, misalnya turut
menyukseskan program pemerintah aktif melakukan aksi penghijauan melalui program
satu miliar pohon, one man one tree, wanita menanam pohon atau program
sejenisnya, menyayangi tumbuh-tumbuhan, memerangi aksi illegal logging dan
lainnya.
Dengan lestarinya alam dan tumbuh-tumbuhan ini, diharapkan
dapat pula menekan atau mengurangi dampak dari pemanasan global (global
warming). Tidak ada istilah terlambat untuk menanam pohon, karenanya mulai lah
dari sekarang, mulai dari lingkungan di sekitar kita. Karena apa yang kita
tanam saat ini demi anak cucu kita kelak. (dey)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar